Banda Aceh, Beaktual.com – Ketua Majelis Syura (KMS) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dr. Salim Segaf Al-Jufri mengatakan, Aceh memiliki jasa yang sangat besar bagi Republik Indonesia, baik di masa-masa merebut kemerdekaan, hingga pembangunan setelah kemerdekaan.
Hal itu disampaikan oleh Dr. Salim saat melakukan pertemuan dengan Wali Nanggroe Aceh Paduka Yang Mulia Tgk. Malik Mahmud Al Haythar, Kamis 26 Mei 2022.
Kabag Humas dan Kerjasama Wali Nanggroe menyebutkan, pada pertemuan tersebut, Dr. Salim antaralain didampingi oleh, Ketua Fraksi PKS DPR RI Dr. H. Jazuli Juwaini MA, Ketua Bidang Pembinaan Wilayah (BPW) Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) DPP PKS H. Hendry Munief, MBA, dan sejumlah Pengurus DPP PKS lainnya.
Hadir pula Rafli selaku anggota DPR RI PKS asal Daerah pemilihan (Dapil) I Aceh, dan M. Nasir Djamil Anggota DPR RI PKS Dapil II Aceh.
Sementara Wali Nanggroe didampingi Staf Khusus H. Kamaruddin Abu Bakar atau Abu Razak, Dr. Rustam Effendi, S.E., M.Econ, dan Katibul Wali Nanggroe Azwardi Abdullah, AP, M.Si.
Sebelum pertemuan, Dr. Salim terlebih dahulu menjalani prosesi peusijuek atau tepung tawar, dan penyematan Pin Kehormatan yang dilakukan langsung oleh Wali Nanggroe.
“Jasa masyarakat Aceh untuk bangsa Indonesia dan kemerdekaan Indonesia sangat besar, tidak bisa dinilai dengan materi, dan ini harus menjadi perhatian,” kata Dr. Salim.
“Mudah mudahan MoU Helsinki yang sudah disepakati itu, dapat diwujudkan, tidak ada kepentingan lain kecuali untuk mewujudkan dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Aceh,” tambah Dr. Salim.
Menyingggung soal Dana Otsus Aceh, Dr. Salim menyatakan secara terbuka bahwa pihaknya akan memperjuangkan agar dana tersebut dapat terus berlanjut, tidak dibatasi hingga tahun 2023.
Sementara itu, pada pertemuan tersebut, Wali Nanggroe menyampaikan kondisi terkini Aceh, dan langkah-langkah yang telah serta akan ditempuh oleh Aceh, khususnya dalam upaya implementasi MoU Helsinki secara menyeluruh.
Meskipun, perjanjian damai telah berlangsung selama 17 tahun, kata Wali Nanggroe, masih ada banyak poin-poin kesepakatan dalam MoU Helsinki dan pasal-pasal dalam UUPA Nomor 11 Tahun 2006 belum diimplementasikan secara maksimal.
“Meski walau bagaimanapun, kita akan terus memperjuangkan hak-hak Bangsa Aceh yang telah disepakati sesuai perjanjian MoU Helsinki, dan secara operasional diatur dalam UUPA sebagai Undang-Undang yang sah dari Republik Indonesia,” kata Wali Nanggroe.[]