Kebijakan Bahasa Aceh di Sekolah: Antara Regulasi dan Realita

oleh -351 Dilihat

Oleh Muhammad Haris

BAHASA bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga warisan budaya yang harus dijaga. Aceh merupakan daerah yang menjaga warisan tersebut. Sejak dahulu, bahasa Aceh adalah warisan yang diturunkan secara turun-temurun. Pelestarian bahasa Aceh terus digalakkan agar warisan budaya tersebut tidak hilang dan punah. Namun, kenyataannya pelestarian bahasa Aceh saat ini sudah kurang diperhatikan. Oleh karena itu, Pemerintah Aceh melakukan upaya pelestarian bahasa, salah satunya dengan mengeluarkan kebijakan Qanun tahun 2022.

Qanun Aceh nomor 10 tahun 2022 tentang bahasa Aceh, bertujuan untuk melindungi, mengembangkan, dan membina bahasa Aceh, serta memperkuat persatuan dan kesatuan masyarakat Aceh melalui pelestarian bahasa daerah. Secara khusus, dalam dunia pendidikan pengajaran bahasa Aceh juga diperuntukan dan diperhatikan dengan baik. Pasal 15 ayat (3) menyebutkan bahwa “Pembinaan bahasa aceh dilakukan melalui pengajaran pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan”. Tidak hanya itu, bahasa Aceh juga ditetapkan sebagai muatan lokal dalam dunia pendidikan. Berdasarkan pasal 16 ayat (3) menetapkan bahwa “Bahasa Aceh digunakan sebagai mata pelajaran muatan lokal pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

Berdasarkan Qanun tersebut, penerapan kebijakan dari Pemerintah Aceh sudah mulai digalakkan di beberapa sekolah di Aceh. Sekolah-sekolah di Banda Aceh mulai berhasil membiasakan program penggunaan bahasa daerah di kalangan siswa setiap hari Kamis. kebijakan ini dinilai mampu menjadi upaya yang baik untuk menjaga kelestarian bahasa daerah. Akan tetapi, cukup disayangkan bahwa kebijakan ini ternyata tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan dengan baik. Masih banyak sekolah yang belum menjalankan kebijakan ini dengan baik dan sempurna.

Selain karena banyak sekolah yang menganggap muatan lokal lain lebih penting dibandingkan muatan lokal bahasa Aceh, para siswa juga dinilai enggan menggunakan bahasa Aceh dibandingkan dengan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Para remaja saat ini menganggap bahwa bahasa daerah sedikit kalah pamor dibandingkan dengan bahasa yang lain.

Bahasa Aceh saat ini menjadi salah satu bahasa yang jumlah penuturnya semakin bekurang, terutama di kalangan remaja. Beberapa anak-anak sekolah bahkan tidak bisa sama sekali menggunakan bahasa Aceh. Tidak hanya itu, banyak anak-anak remaja sekarang malu dan enggan menggunakan bahasa Aceh karena menganggp bahasa Aceh bukanlah bahasa yang harus digunakan di lingkungan sosialnya. Selain itu, beberapa anak juga jarang dan bahkan tidak diajarkan berbahasa Aceh sejak kecil dalam keluarganya. Oleh karena itu, bahasa Aceh dikalangan anak-anak remaja sangat memprihatikan saat ini.

Sudah sepatutnya pendidikan menjadi tempat di mana anak-anak mendapatkan pengajaran, pembelajaran, untuk mengembangkan potensi dirinya. Namun, pada kenyataannya, tenaga pengajar muatan lokal bahasa Aceh di sekolah tidak memiliki kapasitas yang mumpuni di bidang tersebut. Tidak jarang ditemukan, banyak pengajar muatan lokal bahasa Aceh yang ternyata merupakan guru bidang mata pelajaran lain. Hal ini sudah seharusnya menjadi perhatian pemerintah untuk membuka kesempatan dan peluang kerja yang lebih besar bagi lulusan sarjana bahasa Aceh. Selain itu, pemerintah juga harus menggalakkan perguruan tinggi di Aceh untuk membuka lebih banyak kelas jurusan pendidikan dan pengajaran bahasa Aceh.

Upaya yang dilakukan ini tidak akan mendapatkan hasil yang instan, tetapi membutuhkan konsisten dan keberlanjutan agar mendapat hasil yang maksimal. Keberlangsungan penggunaan bahasa aceh di kalangan masyarakat Aceh menjadi kunci penting agar bahasa aceh tetap hidup dan dapat digunakan terus-menerus. Pemerintah, para guru, dan orang tua juga harus bersinergi bersama dengan para remaja untuk melestarikan bahasa Aceh. Sebagai penerus bahasa, kita memiliki tugas bersama untuk terus melestarikan bahasa Aceh sebagai keutuhan warisan yang harus dijaga.[]

Mahasiswa Prodi Magister Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

No More Posts Available.

No more pages to load.